Kamis, 03 Juni 2010

Masa depan Palestina tidak bergantung pada Israel

Perselisihan antara Bani Israil dan Bani Ismail, atau antara bangsa Israil dengan bangsa Arab/Muslim dimulai sejak diutusnya keturunan Bani Ismail, bangsa Arab rasul terakhir Nabi Muhammad saw. Dalam perjalanan pangjang sejarah nabi-nabi, hampir sebagian besar nabi-nabi diutus dari kalangan Bani Israil. Namun nabi akhir zaman diutus dari keturunan Qurays dari Bani Ismail. Bani Ismail adalah keturunan dari nabi Ismail, anak dari nabi Ibrahim dan siti Hajar. Sedangkan Bani Israil adalah keturunan nabi Yakub cucu nabi Ibrahim. Nabi Yakub dikenal dengan sebutan "Israil". Oleh karena itu anak cucu nabi Yakub dikenal dengan "bani Israil". Nabi Yakub sendiri adalah anak dari nabi Ishaq, putra nabi Ibrahim dengan siti Sarah. Walaupun nabi Yakub dan anak cucunya keturunan dari nabi Ishaq, tetapi julukan "Bani Ishaq" jarang digunakan.

Perpindahan arah kiblat dari kiblat "baitul Maqdis" Palestina ke kiblat "baitul haram" Mekkah, merupakan persitegangan sejak jaman Nabi Muhammad saw. Dimana banyak orang Israil yang telah masuk Islam mereka kembali lagi ke agama semula. Hingga banyak peristiwa perselisihan dan konfrontasi yang didalangi atau berhadapan dengan Yahudi/Israil, tatkala nabi tinggal di Madinah. Sebagaimana terekam dalam firman Allah :

سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“orang-orang yang kurang akalnya[93] diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus" (QS.Al-Baqarah 2:142)


Perselisihan bani Israil dengan bani Ismail, antara Israil/Yahudi dengan Arab/Muslim tidak bisa bisa dihindari, karena telah janji itu telah ditetapkan Allah. Diantara ketetapan itu adalah bahwa tidak ada hak bagi bani Israil setelah munculnya Islam. Bukan karena waktu yang ditentukan sudah habis, namun karena mereka bani Israil melampaui batas, dengan melakukan tipu daya untuk melanggar apa yang diharamkan Allah. Juga menyalahi wasiat dan syariatnya dengan bersikap berani terhadap Nabi dan hamba-hamba Allah yang saleh. Semua itu dilakukan pada saat mereka jaya. Selain itu juga bani Israil banyak melanggar ketentuan-ketentuan bermuamalah dengan Allah dan sesama bangsa mnusia pada umumnya. Itulah sebabnya tidak heran apabila Israil banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran kemanusiaan dan perjanjian serta konvesi Internasional, termasuk tidak mematuhi resolusi PBB berkali-kali.

Sungguh sirnalah janji Allah kepada bani Israil untuk memaafkan dan memberikan pertolongan, setelah kejahatan-kejahatan telah begitu banyak mereka lakukan dari dulu hingga kini, dari sejak zaman nabi Musa as. nabi bani Israil hingga nabi Muhammad saw dari bani Ismail.

Sikap sombong, rakus, melampaui batas, melecehkan kehormatan agama, tidak mempedulikan hak-hak orang lain, menumpahkan darah, bahkan mereka dengan terang-terangan berani menantang perang dengan Islam berikut nabi dan umatnya. Tidak puas itu semua mereka membakar Masjid Al-Aqsa, meneguk minuman keras diserambi-serambinya dan melakukan perbuatan keji didepan pintu-pintu masjidil Aqsa.

Sepanjang sejarah sejak diaspora, menyebar ke penjuru dunia, bani Israil belum pernah bergabung dan berkumpul dalam jumlah besar seperti sekarang ini, hingga mendirikan negara Israil. Mereka berhamburan menuju Palestina pada saat kaum muslimin lengah. pengungsian mereka tahun 1882 sebanyak 25.000, ditambah lagi menyusul 5000 yahudi Eropa di tahun 1895 dibawah ketiak kolonialis Inggris hingga jumlah mereka membengkak 300.000 setelah perjanjian Belferd 1917, kemudian bertambah lagi menjadi 670.000 pada tahun 1948, begitulah seterusnya menyusul secara beruntun dari seluruh dunia hingga jumlah mereka 4 juta jiwa.

Dalam waktu singkat mereka berhasil bermukim di negeri Palestina, lalu membangun perkotaan, sekolah-sekolah dan pabrik-pabrik. Begitulah liciknya Yahudi dalam menguasai dan mengambil tanah penduduk Arab Palestina.

Nabi bersabda dari hadits riwayat Bukhori Muslim dari Ibnu Umar, bahwa : "suatu saat Yahudi akan menyerang kalian, lalu kalian dapat mengusai mereka, sehingga seseorang diantara mereka bersembunyi dibelakang batu, lantas batu itu berkata, wahai hamba Allah, ini Yahudi dibelakangku, bunuhlah dia". Kita berharap dunia masa depan akan kembali dipimpin Islam, menegakkan kebenaran dan mengatur dunia Internasional dengan undang-undang Allah, semoga, amin.

Minggu, 30 Mei 2010

PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL

Sejarah selalu berangkat dari akar sejarah dan budaya lokal suatu masyarakat atau suatu bangsa. Agar peserta didik memiliki rasa ingin tahu dan membutuhkan terhadap pelajaran yang disampaikan. Materi tentang sejarah Kesultanan Banten akan mempunyai daya tarik tersendiri bagi siswa siswi Banten. Demikian pula dengan daerah-daerah lain. Tentunya sangat berbeda bila dibandingkan dengan mempelajari sejarah di daerah lainnya. Bukan berarti sejarah nasional dan sejarah dunia tidak perlu dipelajari. Akan tetapi sejarah lokal menjadi titik tumpu bagi siswa untuk mempelajari sejarah yang berskala nasional dan sejarah glabal dan sejara-sejarah lainnya.


Atas dasar itulah memasukan sejarah lokal sebagai suatu kurikulum di sekolah mesti diupayakan dan diperjuangkan, dalam rangka mengotimalisasikan pembelajaran sejarah yang kurang diminati para siswa. Sekaligus pula menjadikan peserta didik tahu akar sejarah dan budayanya sendiri. Sebab globalisasi dan kurangnya kurikulum sejarah mengarahkan kepada sejarah lokal ini menjadikan para siswa asing terhadap akar sejarah dan budaya nenk moyangnya. Siswa-siswi terlampau dibawah jauh ke luar daerahnya (lokalnya) dalam menyelami riwayat sejarah dan budayanya. Mereka tahu sejarah nasional dan sejarah dunia, tapi tidak kenal pada sejarah dan budaya tempat kelahirannya sendiri.

Demikian juga dengan pelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa harus dimulai dari bahasa ibunnya, bahasa daerahnya, bahasa nasionalnya, baru kemudian bahasa dunia internasional. Sehingga bahasa, budaya dan sejarah lokal/daerah mewarnai daerah tersebut dengan warnanya sendiri. Inilah sebuah pemikiran yang benar. Beranjak dari warna-warni perbedaaan keindonesiaan kemudian diuntai para pendiri bangsa ini dengani “bhinneka tunggal ika”. Proses dan tahapan ini telah kita lampaui melalui perjalanan panjang hingga diambil inisiatif cerdas para pemuda dengan memberikan stimulus bagi lahirnya bangsa ini dengan “sumpah pemuda”, yang mengakui keanekaragaman bahasa, budaya, sejarah, suku, agama dan lain-lainnya untuk “bertanah air satu, tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa indonesia dan berbahasa satu bahasa Indonesia”. Ibarat warna-warni pelangi yang di dibentuk asalnya dari satu warna cahaya putih matahari yang menyinarkan cahaya setiap hari. Itulah Indonesia.

Tidak ada Indonesia tanpa adanya warna-warni dari bahasa, budaya dan sejarah latar belakang daerah masing-masing. Oleh karena itu setelah Indonesia merdeka, hendaklah arif untuk tidak mengIndonesiakan Indonesia tetapi tidak mendaerahkan daerah. Mari kita jaga warna-warni tetapi tidak melupakan warna asli merah putih Indonesia. Mari kita jaga warna-warni daerah dengan melestarikan warna aslinya dengan tidak memaksakan warna Indonesia yang lebih dominan, apalagi warna dunia. Kita lestarikan bahasanya dengan bahasa daerah, kita lestarikan budayanya dengan budaya daerah dan kita upayakan untuk memahami akar sejarahnya dengan sejarah daerah/lokal.

Selama ini sejarah yang diajarkan di sekolah kurang bermakna bagi siswa. Ironis sekali. Siswa diajak untuk mempelajari asal-usul daerah lain. Namun, tidak memahami asal usul daerahnya sendiri. Guru sebagai ujung tombak dalam pembelajaran sejarah juga tidak memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan materi dan metode pembelajaran. Karena, guru kurang memiliki pemahaman teori dan metodologi sejarah.


Di sinilah persoalan pembelajaran sejarah menjadi semakin rumit. Siswa sebagai salah satu komponen dalam sistem pembelajaran juga merasa bosan karena belajar sejarah hanya menghafalkan nama-nama tokoh, angka-angka tahun, dan benda-benda peninggalan yang kusam. Oleh karena itu perlu sekali mengubah paradigma dalam pembelajaran sejarah yang cukup memberikan stimulus siswa untuk mempelajari sejarah. Di antaranya siswa diajak untuk mampu memparalelkan sejarah dunia dengan sejarah nasional dan sejarah lokal dengan metode yang inovatif.


Saatnya semangat yang terkandung dalam diberlakukannya Otonomi Daerah sudah semestinya mengacu kepada kemandirian. Masyarakat secara sadar membangun dirinya menjadi manusia yang amanah dan mampu memanfaatkan sumber daya. Baik manusia dan alam untuk kemaslahatan masyarakat. Dalam konteks tersebut di atas pembelajaran sejarah khususnya sejarah lokal menjadi relevan.


Anak bangsa di negeri ini sudah sewajarnya diperkenalkan dengan lingkungan yang paling dekat yaitu desanya, kemudian kecamatan, dan kabupaten, baru tingkat nasional, dan internasional. Apabila mereka mencintai sejarah di daerahnya maka secara otomatis anak didik akan mengetahui tentang kearifan lokal tentang kebudayaan di daerahnya.


Sejarah lokal mempunyai arti sangat penting bagi anak didik kita. Dengan mempelajari sejarah lokal anak didik kita akan memahami perjuangan nenek moyangnya. Efek globalisasi sangat luar bisa, seolah tidak bisa dibendung. Koran, radio, televisi, internet dan lain-lain sangat mempengaruhi warna masyarakat kita. Pengaruh-pengaruh yang merusak keindonesaan dan kedaerahan semestinya harus kita ditangkal dengan kerifan, untuk tumbuh kembalinya kearifan lokal yang kita harapkan.